Selasa, 11 Oktober 2016

Kasus dari UU No.24 tahun 1992

PENDAHULUAN
            Sebelum melakukan suatu pekerjaan proyek terutama pada saat perancangan dan penentuan lokasi, ada banyak hal yang wajib di penuhi dan diketahui oleh perancang tersebut diantaranya adalah peraturan mengenai  penataan ruang yang tercantum dalam undang-undang.

            Peraturan mengenai penataan rung telah dikembangkan dan di olah oleh para ahli, baik dari anggota pemerintah sendiri maupun para akademisi yang berhubungan dengan peraturan yang akan di susun.

            Peraturan penataan ruang merupakan salah satu peraturan yang wajib di terapkan oleh setiap developer yang akan membangun gedung di daerah tertentu. Peraturan ini secara tidak langsung menata perkotaan dan bangunan itu sendiri, undang-undang yang membahas penataan ruang adalah UU No. 24 tahun 1992.

            Penulisan ini akan membahas mengenai undang-undang penataan ruang No. 24 tahun 1992 dan mengulas pelanggaran yang berhubungan dengan penataan ruang di Indonesia.


Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang (PR)


            UU No. 24/1992 ini mencabut ketentuan peninggalan kolonial, yaitu Ordonansi Pembentukan Kota (Stadsvorming ordonantie Staadblad 1948 No.168). Undang-Undang Penataan Ruang ini diterbitkan untuk memberikan dasar yang jelas, tegas dan menyeluruh guna menjamin kepastian hukum bagi upaya penataan ruang.


            Peraturan perundangan yang berkaitan dengan penataan ruang terdahulu seperti halnya Ordonansi Pembentukan Kota (Stadsvorming Ordonantie / SVO) yang memang dibuat untuk merespon kebutuhan pada masa itu, dirasakan tidak mampu lagi menampung perkembangan pembangunan.

Kebijaksanaan umum yang berkenaan dengan penataan ruang merupakan hal yang sangat penting, mengingat jumlah penduduk Indonesia semakin bertambah sementara jumlah lahan yang tersedia tetap (tidak bertambah), sehingga membawa beban besar bagi penyediaan lahan. Kebijakan penataan ruang diharapkan dapat memenuhi tuntutan berbagai kebutuhan manusia secara adil dan wajar.

            Menurut pasal 1 ayat 3 UU No.24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang, penataan ruang adalah proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Adapun tujuan dari penataan ruang dalam konteks hukum positif Indonesia meliputi tiga hal (pasal 3 UU.24/1992) :

1. Terselenggaranya pemanfaatan ruang berwawasan lingkungan yang berlandaskan wawasan nusantara

2. Terselenggaranya pemanfaatan ruang kawasan lindung dan kawasan budi daya

3. Tercapainya pemanfaatan ruang yang berkualitas untuk :
- Mewujudkan kehidupan bangsa yang cerdas, berbudi luhur dan sejahtera
- Mewujudkan keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia
- Meningkatkan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya buatan secara berdaya guna, berhasil guna, dan tepat guna untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia
- Mewujudkan perlindungan fungsi ruang dan mencegah serta menanggulangi dampak negatif terhadap lingkungan
- Mewujudkan keseimbangan kepentingan kepentingan kesejahteraan dan keamanan


            Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 yang terdiri dari 32 pasal ini menyatakan bahwa setiap orang berhak menikmati manfaat ruang termasuk pertambahan ruang sebagai akibat penataan ruang, mengetahui rencana tata ruang, pemanfaatan tata ruang, dan pengendalian pemanfaatan tata ruang, memperoleh penggantian yang layak atas kondisi yang dialaminya sebagai akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang.

            Disamping hak, dinyatakan bahwa setiap orang berkewajiban berperan serta dalam memelihara ruang dan berkewajiban menaati rencana tata ruang yang diterapkan.

Warga Perumahan Melati Point Gugat BP2T Tangsel. (tangerangnews.com / Dira Derby)


            Warga Perumahan Melati Point Blok P1/14 di Villa Melati Mas, Kelurahan Jelupang, Kecamatan Serpong Utara, Kota Tangerang Selatan (Tangsel) menggugat Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BP2T) kota setempat ke PTUN Serang.

            Persidangan dilakukan di lokasi pada Kamis (7/1/2016), dengan menghadirkan dua ketua majelis hakim. Keduanya adalah Andri Suasono pada perkara 48, dan Andi Maderumpu pada perkara nomor 50.

            Sidang tersebut bertujuan agar majelis hakim melihat langsung kerugian atas tuntutan warga yang disebabkan atas keluarnya empat izin mendirikan bangunan (IMB) bernomor 648/2318-BP2T/2015, 648/2755-BP2T/2015, 648/2756-BP2T/2015 dan 648/2754-BP2T/2015.

"Bagaimana tidak,  mereka mengeluarkan izin tanpa prosedur yang benar. Salah satu yang tak mereka penuhi adalah tidak pernah ada pemberitahuan kepada warga, jadi jangan kan tanda tangan," ujar ketua RT setempat Juriatin Irawan.

            Sidang belangsung ramai karena dihadiri warga sekitar yang menolak dikeluarkannya IMB itu. Sebab, sejumlah persoalan akan muncul dari dipecahnya dua kavling besar yang dipecah menjadi tujuh unit rumah kecil yang rata-rata beruukuran 100 meter persegi.

            Disebut rumah kecil karena ukuran rumah di kompleks elite itu rata-rata paling kecil seluas 300 meter persegi.

"Kami menuntut agar dicabut IMB itu. Karena kenyamanan warga terganggu," ujarnya lagi.

            Menurut Juriatin warga dapat memastikan dengan adanya rumah baru itu akan mengganggu akses keluar mereka. Selain itu, rumah warga berpotensi menjadi banjir karena pembangunan rumah baru itu telah membuat saluran air tersendat.

"Sejak ada pembangunan rumah ini kami air dari selokan naik, jadi banjir," tambahnya.

            Fitriadin, kuasa hukum warga, menyatakan bahwa warga akan terus dirugikan jika pembangunan dilanjutkan.

"Karena rumah ini kan memang saat ini milik atas nama Fenny. Tapi nanti dia kan bisnis dengan dijual lagi. Ini seharusnya pemerintah mencabut izinnya karena kasian nanti yang beli. Sudah jelas kan tak ada seorang warga pun yang menginginkan IMB itu diterbitkan, kenapa maksa sih," katanya.


            Namun, tuntutan warga dibantah oleh pihak BP2T Tangsel yang menyatakan perizinan yang telah dikeluarkan sudah sesuai dengan tahapan dan prosedur yang benar.

"Tidak ada masalah, semua sudah sesuai. Kami menerbitkan izin sesuai dengan prosedur," terang Tati Supriatin, Kepala Seksi Pelayanan Perizinan dan Pembangunan BP2T Tangsel saat didampingi Kepala Seksi Pengawasan dan Pengendalian BP2T Tangsel.

            Sementara itu, saat jalannya sidang sempat terjadi kericuhan antara pihal BP2T Tangsel dengan warga. Namun, majelis hakim akhirnya melerai dengan menyatakan hal itu terjadi wajar karena kubu yang digugat adalah BP2T.

            Majelis hakim sendiri terlihat santai dan selalu menyarankan agar warga mau menyelesaikan persoalan dengan musyawarah. Tampak juga Kapolsek Serpong, Kompol Silvester Simamora bersama puluhan anggotanya mengamankan sidang tersebut.

"Kalau nanti putusan hukum kan semua harus bisa menerima loh," kata Andi Maderumpu.


            Kedua perkara tersebut pun akhirnya akan disidang kembali pada Kamis 14 Januari 2016. "Sidang ditunda sampai tanggal 14 Januari 2016 dengan agenda penyampaian bukti surat," tutupnya.



PENDAPAT

Dalam proses perancangan dan pelaksanaan UU No. 24 tahun 1992 di lapangan akan terjadi berbagai macam masalah yang mungkin bertentangan dengan hokum maupun masyarakat itu sendiri, sehingga perlu di lakukan peninjauan kembali terhadap undang-undang itu sendiri untuk menciptakan keharmonisan antara masyarakat dan peraturan yang berlaku.

            Rencana Umum Tata Ruang Kota atau Rencana Tata Ruang Wilayah Kawasan Perkotaan, menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku, dapat ditinjau kembali / di review setiap periode 5 tahun, atau bahkan dapat lebih singkat lagi, apabila dirasakan perlu.

            Agar rencana tata ruang yang telah disusun itu tetap sesuai dengan tuntutan kebutuhan pembangunan dan perkembangan kondisi kehidupan masyarakat, rencana tata ruang dapat ditinjau kembali atau disempurnakan secara berkala.

Sumber:
-http://darasalsabilla.blogspot.co.id/2008/04/perbandingan-svo-uu-241992-dan-uu.html
-http://tangerangnews.com/tangsel/read/16613/Keluarkan-IMB-BP2T-Tangsel-Digugat-Warga
-http://www.radarplanologi.com/2015/10/perlunya-peninjauan-kembali-rencana-tata-ruang.html